Penulis : Edoy
Editor : Aditya.
BE.com
Bangka, Buletinexpres.com — Sebuah bangunan megah berdiri kokoh dengan jarak yang sangat dekat dari bibir pantai Desa Air Anyir.
Terhalangnya akses masyarakat menikmati pantai akibat pembangunan resort di wilayah Pantai Temberan,.Air Anyir Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka, kembali manjadi sorotan beberapa waktu terakhir.
Pasalnya, setiap wisatawan kesulitan menikmati Pantai Temberan, Air Anyir, karena Garis pantai dikuasai bangunan resort milik perorangan.
Bangunan yang berdiri megah itu, disebut milik Bos Asiat, yang diduga telah menyalahi aturan tata ruang.
Pantauan tim Jurnalis Babel Bergerak (Jobber) pada Jumat (10/3/2023), resort tersebut dibangun sangat dekat dari bibir pantai, dilihat dari kasat mata, belasan meter tak kurang jika diukur dari titik air pasang tertinggi kearah darat.
Selain itu, pembangunan pagar atau talut resort tersebut dikeluhkan sejumlah nelayan sekitar, karena ada beberapa perahu yang pecah terbentur talut, saat gelombang besar datang.
Adanya resort tersebut menjadi gunjingan para wisata dan nelayan, mereka mempertanyakan, Aturannya bagaimana.
Padahal sangat jelas, aturan dibuat sebagai dasar pendirian bangunan untuk keserasian lingkungan dan tertibnya pengelolaan ruangan termasuk di kawasan pantai, dan ada batas bolehnya suatu bangunan, pagar atau hal-hal sejenisnya berdiri.
Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang serta ketentuan mengenai lebar sempadan pantai diatur dalam Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Bangunan itu punya Asiat pak, pengusaha roti dan shorum kalau tidak salah,” kata Tata, kepada tim Jobber, Jumat (10/03/2023).
Menurut Tata, hingga saat ini tidak ada niat baik dari pemilik resort tersebut untuk mengganti perahu nelayan yang pecah, karena semenjak di pasang talud atau cerucuk sepanjang resort itu perahu jadi rusak.
Namun diakui Tata, selama ini mereka belum ada komunikasi dengan pemilik resort itu, perihal kerusakan perahu – perahu tersebut.
“Selama ini tidak ada komunikasi sama sekali kepada dengan kami, selaku nelayan yang dirugikan, dan mereka pun sepertinya tidak ada niat baik untuk mengganti perahu kami yang pecah,”ujarnya.
Setelah pemasangan talut – talut itu, Tata mengaku sudah ada empat unit perahu yang pecah.
“Sudah empat perahu kami yang pecah pak, yang tiga rusak parah, yang satunya tidak begitu parah, tapi tetap saja kami mengalami kerugian, karena biaya satu perahu itu mahal,” sesalnya.
Diakui Tata, permasalahan ini pun sebenarnya sudah pernah adukan ke pemerintahan Desa, Kecamatan, Dinas Tata Ruang, bahkan sampai ke Polair, namun hingga kini tidak ada tindakan sama sekali.
Terpisah, Kabid Tata Ruang Kabupaten Bangka Heru Dwi Prima, saat dikonfirmasi tim Jobber pada saat itu juga menerangkan, kalau bangunan tersebut belum memiliki izin.
“Kalau bangunan itu memang tidak ada izinya bang,” kata Heru.
Hingga berita ini diterbitkan, tim Jobber masih berusaha untuk mendapatkan konfirmasi dari keluarga Asiat, demi keberimbangan pemberitaan. (Tim JB/BE)