Tanjung Labu Dihajar Penambang dan Alat Berat, Ini Kata Ketua DPRD Basel Erwin Asmadi

BE.com

Pangkalpinang, Buletinexpres.com — Ketua DPRD Bangka Selatan, Erwin Asmadi sangat menyesalkan adanya aktivitas tambang yang menggunakan alat berat di Tanjung Labu.

“Saya sangat menyesalkan ada aktivitas tambang di wilayah Tanjung Labu yqng menggunakan alat berat, apa lagi sebanyak itu (4 Unit PC-red),” sesal Ketua DPRD Basel Erwin Asmadi.

Selain itu, kata Putra asal Tanjung Labu ini, dirinya sangat sedih dan prihatin, dengan perusakan alam yang masih terjadi disana.

“Apakah sebanding antara kerusakan alam dengan apa yang didapatkan saat ini, baik perusahaan maupun masyarakat,” tukas Erwin, saat dihubungi Tim Journalis Babel Bergerak (Jobber), Minggu (4/9/2022).

Sementara, menurut Erwin sudah sangat jelas, aturan dalam UU No 1 Tahun 2014, tentang pengelolahan wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil, yang merupakan perubahan atas undang – undang nomor 27 Tahun 2007.

4 alat berat yang beroperasi di kawasan hutan Tanjung Labu, Lepar Pongok

“Keberadaan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sangat strategis untuk
mewujudkan keberlanjutan pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil serta meningkatkan kesejahteraan Masyarakat yang
bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Namun, dalam
pelaksanaannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil belum memberikan hasil yang optimal.

Oleh karena itu, dalam rangka optimalisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, negara bertanggung
jawab atas Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam
bentuk penguasaan kepada pihak lain (perseorangan atau swasta) melalui
mekanisme perizinan.

Pemberian izin kepada pihak lain tersebut tidak
mengurangi wewenang negara untuk membuat kebijakan (beleid),
melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan
(bestuursdaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan melakukan
pengawasan (toezichthoudensdaad). Dengan demikian, negara tetap menguasai dan mengawasi secara utuh seluruh Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juga dilakukan
dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat
Hukum Adat serta hak-hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta mengakui dan menghormati
Masyarakat Lokal dan Masyarakat Tradisional yang bermukim di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan perubahan terhadap
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat.

Secara umum undang-undang ini mencakup pemberian hak kepada masyarakat untuk mengusulkan penyusunan Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan,
serta Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,

Pengaturan mengenai Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan kepada Setiap
Orang dan Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat
Tradisional yang melakukan pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil;

Pengaturan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan
perairan di sekitarnya,

Serta pemberian kewenangan kepada Menteri,
gubernur, dan bupati/wali kota dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. (Tim Jb)