Penulis : Ical
Editor : Ahada
BE.com
Bangka, Buletinexpres.com — Aktvitas tambang pasir bangunan yang viral di Jalan Pramuka Kelurahan Kenanga, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, ternyata mendapat perhatian serius dari Pemkab Bangka.
Sekda Bangka Andi Hudirman bersama Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Bangka Hariyadi dan Tim mendatangi lokasi tambang yang berdekatan dengan aset milik Pemkab Bangka.
“Kami dan Pak Sekda langsung meninjau lokasi hari ini. Kami lihat kondisi tambang pasir itu memang sudah sangat dekat dengan aset Pemkab Bangka. Yang bersebelahan pagar itu, kita minta perbaikilah, itu kan aset kita juga,” ujar Hariyadi, saat bertemu Tim Journalis Babel Bergerak (Jobber) di ruang kerjanya, Selasa (21/2/2023).
Diakui Hariyadi, pihaknya sudah menghubungi pengelolah tambang pasir milik Indra alias Afuk ini.
“Kita tidak bertemu dengan pemilik, tetapi kita sudah memberi peringatan kepada pengelolah untuk menambang sesuai aturan. Jangan sampai mengganggu aset Pemkab Bangka, dan juga jangan sampai ada komplain dari masyarakat sekitar,” tukas Hariyadi.
Dikatakan Hariyadi, mereka memang tidak bisa mengawasi dan mengontrol aktivitas tambang pasir milik Afuk tersebut.
Hanya saja karena pemilik atau pengelolah tambang ini sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) untuk bahan galian/mineral non logam dan batuan, maka BPPKAD Bangka mengontrol kewajiban pengelolah untuk melaporkan kubikasi yang mereka jual kepada masyarakat.
“Memang itu kewajiban mereka menyampaikan laporan berapa jumlah yang telah mereka keluarkan dari lokasi tambang. Kita memang menggunakan sistim Self-assessment. Artinya kejujuran merekalah untuk melaporkan yang sebenarnya,” jelas Hariyadi.
Sistem self assessment ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Tetapi kita juga punya hak untuk menghitung ulang, jika kita rasa ada kejanggalan. Misalnya mereka melaporkan sekian kubik, tetapi ketika kita lihat lokasi tambangnya sudah terkuras, artinya mungkin saja ada yang salah hitung, Nah kita berhak menghitung ulang, dan mereka wajib membayar kekurangan, jika memang hitungan kita ada kekurangan,” ungkap Hariyadi.
Soal setoran pengelolah tambang pasir Afuk sebesar Rp 15.000 per kubik, dibenarkan oleh Kepala BPPKAD Kabupaten Bangka ini.
Menurutnya, besaran setoran itu memang sudah sesuai Pergub, yang besarnya 20 persen dari harga kubikasi untuk pasir bangunan.
“Setelah kita hitung-hitung sesuai Pergub, ya dapatnya Rp 15.000 per kubik. Tetapi sekali lagi tergantung kejujuran pengelolah tambang pasir, mereka yang menghitung dan melaporkan jumlah kubikasi yang mereka jual,” jelas Hariyadi.
Mengenai legalitas tambang pasir Afuk, diakui Hariyadi pihaknya tidak berwenang untuk menilai atau menyatakan legal atau tidaknya tambang tersebut.
Hariyadi beralasan ada dinas lain yang berwenang untuk menilai dan memutuskan legalitas usaha tambang pasir tersebut.
“Kalo kita ini, ketika mereka mengajukan permohonan NPWPD mereka menyertai KTP ataupun perusahaan, dan menyertakan surat-surat terkait lahan, maka kita keluarkan NPWPD.
“Berdasarkan inilah wajib pajak harus melaporkan aktivitas mereka. Soal apakah mereka bermasalah dengan masyarakat sekitar ataupun ligkungan, ada dinas lain yang berwenang terkait ini. Kita fokus ke laporan mereka terkait pemenuhan kewajiban pajak,” tukas Hariyadi.
Ditanya soal pernyataan Afuk bahwa mereka sekarang ini menggunakan sistim koordinasi dalam menjalankan aktivitas tambang pasirnya, Hariyadi tidak bisa menjawab.
“Koordinasi dengan siapa kita tidak tahu, ya mungkin dengan orang-orang tertentu. Kalo koordinasi dengan pegawai kita tidak ada. Kita sesuai aturan saja,” ujarnya.
Namun demikian, Hariyadi berharap kepada seluruh pengusaha ataupun perseorangan yang bergerak dibidang usaha galian/mineral non logam untuk melengkapi seluruh dokumen sesuai aturan yang berlaku.
Tujuannua, agar aktivitas usaha bisa berjalan lancar dan mematuhi peraturan yang mengikat terhadap usaha tersebut.
“Saat ini kita kesulitan mengontrol aktivitas tambang perseorangan. Mereka punya mobil, lalu mereka mengambil pasir di sembarang lokasi. Yang ini kita tidak bisa mengontrolnya dan mereka pun tidak melporkan kegiatan. Sehingga kita tidak mendapatkan pajak,” tandas Hariyadi.
Sebelumnya diberitakan, pemilik lahan tambang pasir bangunan Indra alias Afuk, mengaku tanah yang dijadikan tambang pasir itu adalah miliknya sendiri.
“Memang itu punya saya Bang, tetapi kita tidak mengganggu aset Pemkab Bangka. Kita disebelahnya. Lahan kita ini punya Sertifikat Hak Milik (SHM),” jelas Afuk, saat dikonfirmasi Tim Jobber di sebuah cafe di Pangkalpinang, Jumat (18/02/2023)
Afuk juga mengaku Ia tidak sendiri mengelolah lokasi tambang pasir bangunan tersebut, melainkan grup.
“Kita ini ada grupnya Bang. Jadi bukan saya sendiri yang mengelolah pasir ini,” sebutnya.
Afuk mengakui bahwa lahan yang dikelolahkan bersama grup itu tidak memiliki legalitas izin pertambangan galian C, melainkan hanya bermain koordinasi saja.
“Untuk legalitas tidak ada, artinya disini kita main koordinasi,” aku Afuk.
Afuk juga menyebutkan bahwa saat ini mereka mengalami kerugian.
Pasalnya setiap hari hanya mengangkut 7-8 truk pasir timah. Untuk bisa meraih untung, kata Afuk, setiap hari minimal mereka harus menjual 10 truk pasir.
“Kalo sekarang ini masih rugi lah Bang. Sehari kadang hanya 7-8 truk saja. Belum untuk biaya BBM, bayar karyawan dan juga bayar retribusi ke Pemkab Rp 15.000 per kubik,” tukas Afuk. (Tim Jb/BE).