Program Lobster Air Tawar Desa Namang Gagal, Kades Ngaku Sisa Uang Dialihkan untuk Program Peternakan

Penulis : Bangdoi Ahada

 

BE

NAMANG, BULETINEXPRES.COM — Program pengembangan Lobster air tawar di Desa Namang Kecamatan Namang Kabupaten Bangka Tengah tahun 2023 dinyatakan gagal total.

Penyebab kegagalan pengembangan Lobster air tawar ini adalah musim kemarau panjang selama tahun 2023.

Sehingga suplay  air yang disyaratkan untuk tumbuh kembang Lobster tidak bisa dipenuhi.

Awalnya warga Desa Namang yang menghubungi Tim  Journalis Babel Bergerak (Jobber), menyebutkan bahwa ada indikasi dugaan penyimpangan Dana Desa yang dilakukan Kades Namang Zaiwan, terhadap program pengembangan Lobster Air Tawar tahun 2023.

Warga ini menyebutkan, bahwa ada dana sebesar Rp 150 juta yang digunakan Desa Namang untuk menjalankan program pengembangan Lobster air tawar.

Namun program tersebut tiba-tiba menghilang, dan tidak berkelanjutan.

Sehingga warga mencurigai dan mempertanyakan kemana pendistribusian uang sebesar Rp 150 juta dari Desa Namang tersebut.

“Betul, program Lobster air tawar itu kami tutup, karena ada kondisi yang tidak memungkinkan untuk diteruskan. Itupun baru percontohan saja. Kami baru mencoba 2.000 ekor bibit Lobster,” ujar Kades Namang Zaiwan, saat berbincang dengan Tim Jobber, Rabu (17/01/2024).

Diakui Zaiwan, dirinya tertarik menjalan program pengembangan Lobster air tawar tersebut, karena melihat Desa Kurau yang sudah berhasil mengembangkan Lobster air tawar.

Selain itu, kata Zaiwan, mereka juga mendapati banyak Lobster air tawar yang ditemukan di aliran air untuk mengairi persawahan warga Desa Namang.

“Kami juga menemukan Lobster di saluran-saluran air sawah. Sehingga kami berkeyakinan bahwa Lobster air tawar bisa hidup dan berkembang di wilayah Desa Namang,” jelas Zaiwan.

Melihat peluang tersebut, kata Zaiwan, dirinya selaku Kades Namang setuju untuk mengembangkan Lobster air tawar.

Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Ia setuju berkerjasama dengan Swandi yang merupakan pengusaha Lobster.

Dalam kerjasama tersebut, pihak Swandi menjual bibit Lobster dan pakan serta fasilitas pendukung pengembangan Lobster air iawar.

Selanjutnya, Swandi berkewajiban membeli Lobster yang nantinya dipanen oleh masyarakat Desa Namang.

“Harga Lobster cukup menggiurkan. Perkilonya diharga Rp 100.000 lebih. Apalagi kita juga membuat MoU dengan Pak Swandi untuk membeli hasil panen kami,” tukas Zaiwan.

Sebagai langkah awal, Zaiwan mencoba bibit sekitar 2.000 ekor dari target 27.000 bibit Lobster.

Zaiwan juga menjadikan areal persawahan sebagai lahan untuk pengembangan Lobster.

Cara ini biasa disebut dengan istilah mina padi, dimana ketika petani menanam padi, maka sekaligus menebarkan bibit ikan.

Tetapi kali ini, oleh Kades Zaiwan diganti dengan bibit Lobster.

“Kebetulan sawah kita kan organik, tidak menggunakan pupuk kimiawi dan obat-obatan kimia. Sehingga kita berkeyakinan makanan untuk menggemukan padi juga bisa untuk pemakan Lobster, dan sebaliknya,” ungkapnya.

Namun apa hendak dikata, program Lobster air tawar yang awalnya digadang-gadang menjadi salah satu program unggulan Desa Namang tersebut akhirnya gagal.

Bibit sebanyak 2000 ekor yang dijadikan percontohan tersebut dinyatakan gagal. Panen yang diharapkan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan Lobster.

“Biaya yang habis hanya Rp 15 juta. Melihat kondisi yang kurang bagus itu, maka program Lobster ini saya hentikan. Dan sisa uang 135 juta dari Rp 150 juta, akhirnya saya alihkan ke program peternakan ayam dan lainnya,” ucap Zaiwan.

Zaiwan membantah rumor yang menyebutkan bahwa dana Ro 150 juta yang awalnya digunakan untuk program Lobster tersebut disalahgunakan.

“Jika tidak percaya silahkan datang ke Desa Namang, kita lengkap dokumentasinya Bang. Dan uang sisanya Rp 135 juta itu juga sudah kita gunakan untuk membiayai program peternakan,” tukas Zaiwan. (Tim JB/BE).