Penulis : Tim Jobber
BE
Bangka Barat, Buletinexpres.com — Dengan mengatasnamakan warga, dua orang oknum sipil asal Kecamatan Mentok Bangka Barat berinisial IB dan IN ini pungut dana 20 persen, dari ratusan ponton rajuk yang beroperasi di Perairan Belo Laut.
Hanya saja, uang yang dipungut selama dua bulan dari dua orang oknum tersebut, tidak sampai ke tangan warga yang benar-benar berhak menerimanya.
Informasi yang berhasil diterima Tim Journalis Babel Bergerak (Jobber) di lapangan, aktivitas ratusan ponton tambang timah yang diduga ilegal ini sudah berjalan dalam kurun waktu 2 bulan terakhir.
Lebih dari 100 unit ponton tambang timah jenis rajuk beroperasi di Perairan Desa Belo Laut, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung , Senin (25/12/2023).
Namun ratusan ponton ini memang tidak berjalan dalam satu waktu, tetapi secara bertahap hingga mencapai jumlahnya diatas 100 unit.
Meski begitu, hingga saat ini belum ada tanda-tanda tindakan tegas dari aparat penegak hukum (APH) terhadap aktivitas yang membuat laut Belolaut porak-poranda tersebut.
Kondisi ini sangat disayangkan oleh salah seorang warga Belo Laut inisial Ike.
“Sudah hampir dua bulan Bang, ponton yang jalan jumlahnya lebih 100 unit sekarang. Kalau penimbangan, tidak ada yang koordinir, mereka menimbang (timah) di laut. Sistem mereka ini bebas dari ponton mau jual timah ke mana,” ujar Ike saat dikonfirmasi, Senin (25/12/2023) sore.
Meski dijual bebas ke pasaran, pemilik ponton tambang tetap dikenakan uang fee yang masing-masing diterima oleh oknum warga berinisial IB dan PN sebesar 10 persen.
Menurut Ike, mereka berdua ini mengatasnamakan warga namun dalam 2 bulan terakhir ini tak ada sama sekali warga yang menerima.
“Tak ada kami masyarakat dan nelayan menerima apa pun dalam dua bulan terakhir. Mereka setiap hari mulai kerja sejak pagi, kalau air sedang pasang, malam mereka juga kerja sebagian. Tidak ada (razia) sejauh ini, cuma ada kemarin TI selam yang dirazia,” ujarnya.
Dijelaskan Ike, ponton yang beroperasi sekarang ini jenis rajuk.
“Kalau kemarin pada saat ada orang PT Timah Tbk, bahasa mereka yang masih aktif membawahi aktivitas ini CV VBS, tapi saya juga tidak tahu masih aktif atau tidak mereka ini,” sebut Ike.
Kondisi ini, kata Ike, sudah tidak wajar. Sebab, perusahaan yang membawahi aktivitas pertambangan di perairan itu maksimal 20 ponton.
Memang, ponton ratusan unit yang beroperasi saat ini di wilayah punya legalitas sepertinya, tapi koordinasi 20 persen tadi tak diterima sekali oleh mereka.
“Sedangkan kami tanya sama pekerja ponton ada mereka setor 20 persen. Kami minta aktivitas ini ditutup, lebih cepat lebih bagus, biar tidak semuanya merasakan lagi. Kalau aktivitas yang resmi kemarin, warga dusun dua dan tiga itu dapat persentase,” bebernya.
“Karena aktivitas tambang kemarin itu di dusun dua, sedangkan aktivitas pekerja di dusun tiga. Timah kemarin itu dibeli 120 ribu rupiah, sekarang turun 100 ribu, jual ke luar. Banyak bang hasilnya, itu ada videonya saya kirim,” tambah Ike.
Sementara itu, warga Belo Laut lainnya atas nama Lim, menambahkan penghasilan pekerja ponton timah per hari bisa mencapai 1 kampil, atau setengah dari itu ketika mesin ponton mengalami kerusakan.
Dikatakannya, sejauh ini tidak ada perangkat desa yang terlibat dalam kepanitiaan.
“Pihak desa pun tidak mengetahui atas aktivitas ini, memang belum ada lapor ke desa, belum sempat, tapi bahasanya harus ke BPD dulu. Setahu saya mereka ini libur beroperasi setiap hari Jumat, Kamis mereka bongkar timah,” ungkap Lim.
Ditambahkan Lim, untuk di bibir pantai tidak ada penimbangan, jadi para penambang tersebut timbang timah di laut.
“Di atas ponton, misalnya dapat 10 kilo, potong 20 persen, artinya 8 kilo mereka (pekerja) dapat, 2 kilo diambil panitia yang dari Mentok. Pantia saja dari Mentok, bukan dari Belolaut, yang bawa si IB tadi,” jelasnya. (JB/BE).