Caci Maki di Tengah “Byar Pet” Listrik

Oleh : Anthoni Ramli (Ara)

(Jurnalis Babel)

 

BE.com

Pangkalpinang, Buletinexpres.com — Tengok dan dengarkan kiri kanan tempat tinggal mu. Hampir setiap hari keluh, kesah hingga caci maki terlontar dari mulut tetangga.

Bisa jadi keluh kesah dan caci maki itu tidak hanya terjadi di sekitar tempat tinggal kita saja, namun seluruh masyarakat yang terdampak.

Keluhan dan sumpah serapah itu terjadi tak hanya di lingkup tempat tinggal kita saja, namun belakang mereka lampiaskan lewat platform Media Sosial (Medsos) dan Story WhatsApp (WA) pengguna gadget.

Silih berganti hampir setiap jam, kita dipertontonkan dengan postingan yang berisi curhatan dan keluhan para pelanggan PLN.

Keluhan dan caci maki terhadap  perusahaan milik Negara yang bergerak di bidang ketenagalistrikan itu tidak ucuk ucuk datang begitu saja. Dan bukan pula tanpa alasan.

Akhir akhir ini pemadaman listrik secara bergiliran kembali terjadi di pulau Bangka. Entah kalau Belitung, yang beda pulau dengan Bangka meskipun satu Provinsi.

Cuma konsen kita kali ini untuk pulau Bangka, yang bisa kita lihat hampir setiap harinya terjadi pemadaman listrik secara bergilir.

Manusiawi jika amarah masyarakat tersulut. Sebab, pemadaman listrik secar bergiliran tersebut terjadi tanpa mengenal batas dan waktu.

Entah itu orang sedang, bekerja, istirahat, hajatan atau pun beribadah seperti tahun tahun sebelumnya. Termasuk ibadah puasa yang tentunya sangat bergantung dengan pasokan listrik.

Tak jarang kadang kenikmatan melahap hidangan saat momen berbuka puasa dan sahur tergerus bahkan hilang saat bertepatan terjadinya pemadaman listrik masih melekat diingatan.

Belakang ini keluhan tersebut kembali dirasakan masyarakat Bangka Belitung. Puncaknya saat management PLN UIW Bangka Belitung, membeberkan situasi kelistrikan yang konon kembali mengalami gangguan atau “Byar Pet”

Situasional gangguan yang terjadi di PLN itu, dengan cepat tersebar. Tak terkecuali di platform media sosial dan website PLN.

Selain informasi, mereka juga getol menyelipkan ungkapan permohonan maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan tersebut

Tak jarang petugas lapangan yang beriibaku mereka jadikan tameng di berbagai platform pemberitaan supaya mendapat empati dan belas kasihan dari masyarakat.

Sebagai Bangsa yang merdeka,  Negara menjamin tiap hak hak warga negaranya. Termasuk hak memperoleh jaminan atas pasokan aliran listrik.

Belum lagi, pajak yang dikenakan setiap pembelian token listrik. Mungkin jika dikalkulasi tembus hingga triliunan rupiah. Untuk itu, sejatinya pula harus diimbangi dengan pelayanan yang top pula.

Masyarakat mungkin muak, dengan ungkapan permohonan maaf dari tiap kali terjadinya gangguan listrik. Bisa dipastikan permohonan maaf tadi tidak cukup mengobati kekecewaan mereka.

Jangan terkesan seperti kata pepatah “lempar batu sembunyi tangan”. Ada problem atau gangguan cukup dengan mengumumkan permohonan maaf. Cukup dengan pecitraan berpose di tengah lokasi perbaikan.

Masyarakat tak butuh itu, mereka butuh action dan gerak cepat.

Kecuali alasan gangguan kelistrikan itu logis dan masuk akal. Misalnya terjadi gangguan akibat bencana alam, mungkin masih bisa ditolerir.

Makanya bisa dikatakan situasional semacam ini dirasa kurang berprikemanusiaan dan berkeprikeadilan sebagaimana amanat dari UUD 1945.

Kita coba kilas balik perjalanan kelistrikan PLN.

Diantara kita mungkin masih ada yang terngiang atau merasakan eranya penggunaan listrik Pascabayar sebelum beralih ke Prabayar.

Mengutip definisi listrik pascabayar adalah layanan pembayaran listrik yang dilakukan akhir bulan atau ketika siklus pembayaran terjadi. Pada sistem ini, pelanggan dibebaskan untuk memakai listrik terlebih dahulu sesuai kebutuhan. Ketika tagihan muncul, biaya listrik disesuaikan dengan listrik yang digunakan pada bulan sebelumnya.

Artinya, di era Pascabayar ruang toleransi bagi pelanggan PLN masih terbuka.

Lalu coba kita tengok definisi era Prabayar. Listrik prabayar atau listrik pintar adalah layanan pembayaran listrik yang dilakukan di awal atau menggunakan sistem token. Melalui sistem token, pelanggan bisa mengisi tekanan listrik sesuai dengan kemampuan

Secara tidak langsung, era Prabayar  tidak memberi ruang sedikit pun bagi pelanggan menunda pembayaran tagihan listrik sebagaimana di era Pascabayar. Singkatnya ada uang ada listrik.

Apapun dalil dan plus minusnya,  transpormasi tersebut patut kita apresiasi, meski keduanya memilik kekurangan dan kelebihan.

Namun alangka eloknya transpormasi tersebut dibarengi dengan pelayanan yang prima kepada masyarakat.

Sehingga tidak ada lagi alasan gangguan yang memicu pemadaman secara bergiliran bagi pelanggan PLN seperti saat ini. (Red/BE).