BE.com
Pangkalpinang, Buletinexpres.com — Di provinsi Bangka Belitung, Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar jadi primadona. Diburu banyak kalangan. Baik masyarakat, pengusaha hingga para penambang ilegal.
Percaya tidak??
Pertanyaan tersebut mungkin tak hanya mengelitik penulis saja, namun kemungkinan juga khalayak ramai dan kalangan lainnya.
Meskipun belum ada pembuktian konkrit, namun karut marut antrian sejumlah kendaraan di hampir seluruh SPBU bisa saja menjadi pembuktian solar menjadi primadona.
Antrian panjang kendaraan menjadi pemandangan familiar sehari hari. Khusunya di jalur pengisian BBM jenis solar.
Seolah tak mau kalah dengan truk, atrian BBM jenis solar juga di dominasi kendaraan roda empat jenis mini bus.
Tak seperti jalur pengisian BBM jenis lainnya, seperti Pertalite, Pertamak, hingga dexlite, yang tampak lebih tertib.
Meski terdapat antrian namun tak sampai mengular dan memakan waktu berjam jam seperti jalur pengisian BBM jenis solar subsidi.
Lalu pertanyaannya, ada apa dengan jalur pengisian BBM jenis solar??
Beragam spekulasi mengemuka.
Ada yang menyebut, karena tingginya permintaan solar untuk operasional aktivitas penambangan ilegal. Baik darat maupun laut.
Ditambah, harga jual dan keuntungan dari tingkat pengerit, pengepul hingga ke penambang ilegal yang bisa berlipat – lipat ganda.
Adanya praktik nakal di sejumlah SPBU sepertinya bukan isapan jempol belaka. Dari catatat penulis, sejumlah praktik penyelewengan BBM jenis solar, berhasil diungkap jajaran Polda Kepulauan Bangka Belitung.
Bahkan penindakan serta barang bukti kasus penyelewengan BBM jenis solar terjadi di area SPBU.
Modusnya, untuk mobil mini bus mereka membuat dan menggunakan tangki yang telah dimodifikasi. Tujuannya, supaya daya tampung BBM ilegal melimpah hingga ratusan liter.
Jika perolehan BBM subsidi bisa berlimpah, sudah sepatutnya kondisi tersebut dipertanyakan.
Pemerintah provinsi Babel, sempat meluncurkan program fuel card. Program ini diperuntukan untuk mengendalikan distribusi BBM subsidi. Khususnya jenis solar.
Pemerintah telah mengatur quota bagi pengguna kendaraan. Seperti mini bus mereka hanya mendapat jatah 20-40 liter tiap fuel card.
Sementara untuk truk, mulai dari 40-60 liter tiap satu fuel card dan seterusnya disesuaikan dengan kapasitas kendaraan.
Akan tetapi pada praktiknya, satu mobil mini bus saja bisa menampung hingga ratusan liter solar subsidi.
Di tahapan inilah, ditenggarai terjadi penyalahgunaan peruntukan fuel card terjadi. Di mana konon katanya, satu kendaraan bisa memiliki dan mengisi BBM menggunakan beberapa fuel card.
Sejatinya program dan kebijakan fuel card tersebut, sangat baik dan membantu masyarakatnya, asalkan peruntukannya tepat sasaran.
Namun praktiknya tidak demikian, kepemilikan fuel card justru banyak disalahkan gunakan.
Adanya kongkalikong antara pembeli dan oknum nozel SPBU tak dipungkiri. Sejumlah kasus yang berhasil diungkap mengatakan demikian.
Begitu juga kuasa SPBU, yang menurut catatat penulis dengan gamblang mengakui adanya praktik kongkalikong nozel SPBU dengan pengerit.
Sejatinya, tiap fuel card hanya bisa digunakan untuk satu kendaraan. Namun praktik yang diungkap pihak kepolisian tidak demikian.
Banyak pengerit yang meminjam fuel card koleganya. Mirisnya lagi petugas nozel sengaja tutup mata. Adanya uang pelicin, ditenggarai menjadi penyebabnya.
Praktik nakal tersebut hanya menjadi catatan penulis saja, namun dibuktikan dengan banyaknya pengaduan yang masuk ke Ombudsman RI Perwakilan Babel.
Lantas yang kembali menggelitik penulis, kemana larinya BBM jenis solar subsidi tersebut?
Maraknya praktik penambang ilegal, ditenggerai menjadi pemicu BBM jenis solar menjadi primadona di Babel.
ditambah tingginya harga jual solar ke penambang ilegal, membuat para pengerit semangat melakoni bisnis nakal tersebut.
Umumnya, harga jual BBM jenis solar dikalangan SPBU diangka 107.000 per 20 liter. Dari pengerit, dijual kembali ke pengepul dengan harga 140.000 – 150.000 per 20 liter. Dari pengepul ke penambang di jual dengan harga 180.000 – 190.000 per 20 liter.
Tak hanya para penambang ilegal, sejumlah alat berat (eksavator) yang menjadi penyokong aktivitas penambangan juga disinyalir memakai solar subsidi dari para pengerit.
Pengakuan tersebut didapat penulis dari beberapa tersangka kasus penyelewengan BBM bersubsidi jenis solar beberapa waktu silam.
Jika peruntukan tersebut tidak sesuai, di khawatirkan terjadi
kelangkaan BBM jenis solar. Jika sudah begini, tentunya transportasi umum seperti Bus dan pemilik usaha swasta di bidang jasa transportasi darat lain akan terkena imbasnya.
Penulis : Anthoni Ramli