Penulis : Bangdoi Ahada JB
BE
Namang, Buletinexpres.com — Komitmen Kades Namang Kecamatan Namang Kabupaten Bangka Tengah Zaiwan terhadap lingkungan dipertanyakan sebagian warga Desa Namang.
Kades yang banyak menerima penghargaan terkait kelestarian lingkungan Hutan Pelawan ini, diragukan komitmennya karena telah mengajukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di wilayah Desa Namang.
Padahal selama ini, Zaiwan dikenal sosok kades pejuang lingkungan, yang telah mampu membangun hutan pelawan, yang hampir punah di Bangka Belitung.
Bahkan berkat kerja keras Zaiwan tersebut, Hutan Pelawan yang terletak di Desa Namang itu telah berubah menjadi hutan wisata, yang terkenal hingga ke mancanegara.
“Saya sebagai kades melihat aktivitas tambang pasir yang selama ini berjalan secara illegal di wilayah Desa Namang. Karena itu, saya sebagai kades ingin melegalkan wilayah yang selama ini ditambang secara illegal itu menjadi legal,” ujar Kades Zaiwan, kepada Tim Journalis Babel Bergerak (Jobber), di sebuah cafe di Pangkalpinang, Rabu (17/1/2024).
Diakui Zaiwan pengajuan WPR sudah dilakukan sejak tahun 2022 lalu semasa Pejabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Ridwan Djamaludin.
Saat itu, kata Zaiwan ada program pengajuan WPR, sehingga setelah berbicara dengan para pemilik lahan yang sebagian merupakan bekas tambang tersebut, dirinya mengajukan legalitas lokasi itu menjadi WPR.
“Jadi yang saya ajukan itu adalah milik warga, bukan tanah desa. Sebagian sudah menjadi bekas tambang, dan sebagian lagi memang masih tanah asal. Tetapi wilayah yang diajukan ini memang masuk zona tambang untuk Kabupaten Bangka Tengah,” ungkap Zaiwan.
Dalam surat pengajuan WPR itu, Zaiwan menyebutkan bahwa dirinya beserta masyarakat Desa Namang mendukung dan siap memberikan bantuan dalam proses penyusunan dan evaluasi dokumen pengelolaan Wilayah Pertambang Rakyat (WPR), yang akan disusun oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI.
“Surat itu sifatnya dukungan saya sebagai Kades Namang, yang ingin melegalkan wilayah yang selama ini memang sudah ditambang oleh masyarakat,” tukas Zaiwan.
Sebagian wilayah yang diajukan menjadi WPR tersebut, kata Zaiwan, merupakan wilayah bekas tambang timah yang sudah ditambang oleh perusahaan-perusahaan tambang swasta belasan tahun silam.
“Belasan tahun lalu, selain PT Timah Tbk, kan ada perusahaan swasta yang memiliki izin pengelolaan tambang. Lokasi tersebut akhirnya menjadi bekas tambang. Oleh masyarakat selama ini diambil pasirnya,” jelas Zaiwan.
Karena sifatnya tidak memiliki izin yang sah dari instansi berwenang, maka selama ini masyarakat yang mengambil pasir di lokasi tersebut hanya memberikan sumbangan untuk tempat ibadah dan sumbangan sosial lainnya untuk masyarakat desa.
Diakui Zaiwan, jika nantinya WPR disahkan dan dilanjutkan dengan keluarnya Izin Pertambangan Rakyat (IPR), maka lokasi tambang yang selama ini illegal tersebut bisa ditingkatkan aktivitas tambangnya menjadi legal.
“Jika IPR sudah keluar, baru melalui BUMD Namang akan berkerja sama dengan pemilik lahan. Nanti hasilnya ada untuk BUMD, yang nantinya bisa dihasilkan untuk pendapatkan asli desa (PAD) Namang,” tukas Zaiwan.
Selain akan dimanfaatkan pasir bangunannya, wilayah yang sudah diajukan menjadi WPR tersebut, sebagian bisa dimanfaatkan untuk tambang pasir timah dan pasir kuarsa.
“Nantinya tergantung kita mau memanfaatkan apanya di lokasi itu, baru kita akan mengajukan IPR. Misalnya untuk pasir bangunan, maka IPR nya diajukan ke Provinsi Babel. Tetapi jika mau menambang pasir timahnya, maka IPR diajukan ke pusat,” ujar Zaiwan.
Hanya saja, beberapa warga menyatakan khawatir, WPR yang diajukan oleh Kades Namang Zaiwan tersebut akan berpotensi menjadi pintu masuk akan rusaknya wilayah Desa Namang, yang selama ini fokus pada pengelolaan perkebunan dan pertanian.
“Kami khawatir, jika wilayah itu dilegalkan, artinya siapapun bisa mengelolah lahan yang menjadi WPR itu sebagai lokasi tambang. Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu warga Namang maupun warga luar Namang untuk menambang. Bukan tidak mungkin hutan pelawan juga akan habis disikat oleh penambang,” ujar Nn, warga Desa Namang, yang disetujui oleh teman-temannya, kepada Tim Jobber, Rabu (17/1/2024). (Tim JB/BE).