Wartawan Vs Mafia Tambang Bangka Belitung

Oleh: Rikky Fermana
Ketua DPD PJS Babel

BE.com

Pangkalpinang, Buletinexpres.com — Satu pekan ini ramai pemberitaan pengerebekan yang diperhalus dengan kata “Sidak” oleh Pj Gubernur Bangka Belitung Ridwan Djamaludin, terhadap salah satu kolektor pasir timah di Desa Kebintik Kecamatan Pangkalanbaru, Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Sidak oleh Pj Gubernur Babel ini spontan menjadi trending topik di ruang publik masyarakat Bangka Belitung. Berita sidak menjadi perbincangan semua kalangan di Bangka Belitung, ramai dibicarakan di warung kopi, di pasar bahkan dikalangan pemerintahan dan pegiat pers.

Pro dan kontra bukan saja terjadi antar kubu kolektor, pihak APH di Bangka Belitung sepertinya juga terbawa dalam arus permainan jaringan “MafiaTambang” sang kolektor.

Lebih lagi, sesama masyarakat/insan pers pun terjadi saling counter berita yang menghiasi ruang publik hingga ke Medsos Facebook dan WhatsApp (WA).

Kolektor dikisahkan bagaikan sosok “Robin Hood” yang tidak boleh diberitakan, karena kekuatan yang dimilikinya, yang merambah segala lini di Bangka Belitung.

Sang kolektor timah dibuat gerah atas pemberitaan sejumlah media online di Babel yang dianggap tidak berimbang.

Puncaknya, sang kolektor timah melalui kuasa hukum melaporkan sejumlah Pimred dan wartawan media online dan TV ke Polda Babel. Alasannya wartawan dan media dianggap telah melakukan pencemaran nama baik yang bakal dijerat Undang-undang ITE.

Terlepas apapun yang dilakukan oleh kolektor timah tersebut untuk melaporkan para pegiat pers yang dianggap merugikan dirinya, hal itu merupakan hak dirinya sebagai warga negara Indonesia untuk membela harkat dan martabat menjemput keadilan versi dirinya.

Tentunya, sebagai insan pers, penulis berkeyakinan media online dan Pimpinan Redaksi (Pimred) sudah menaikkan berita ini sudah memegang informasi yang akurat dari narasumber, data dan bukti pendukung lainnya.

Dan pastinya Pimred sudah mempersiapkan diri mengklarifikasi dan bahkan membeberkan semuanya jika dipanggil Dewan Pers, yang mungkin juga dianggap pelanggaran terhadap UU baik Pidana dan ITE.

Suatu pemberitaan yang tidak berimbang seringkali terjadi dalam sengketa pemberitaan bagi para pegiat Pers/Jurnalis Indonesia yang diadukan oleh masyarakat kepada Dewan Pers.

Disinilah kita dapat belajar proses hukum delik sengketa pemberitaan.
Selain wartawan itu dilindungi undang-undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tak kalah pentingnya ada perjanjian kerja sama (PKS) tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum dalam kaitan dengan penyalahgunaan profesi wartawan.

Kerja sama ini tertuang dalam surat Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022. PKS ini sebagai dasar hukum yang melindungi dan mengatur penyelesaian sengketa pemberitaan antar masyarakat dengan insan pers.

Jadi para wartawan ataupun Pimred tidak perlu takut atau “Kededep” dalam bahasa daerah Bangka, selama wartawan dan Pimrednya pegang narasumber, data, bukti dan rekaman.

Di Bangka Belitung, wartawan dan Pimred sebuah media bukan 1 kali atau 2 kali dilaporkan oleh masyarakat atau objek berita yang merasakan dirugikan.

Bahkan banyak media online di Babel yang sudah dilaporkan berkali-kali oleh narasumber/masyarakat ke Dewan Pers (DP) dalam kurun satu tahun.

Namun DP tidak pernah menerbitkan rekomendasi atau sejenis fatwa untuk mengkriminalisasi wartawan, meskipun diketahui media online tersebut yang dilaporkan sering kali membuat pemberitaan tidak berimbang.

Begitulah faktanya berakhir di meja mediasi dengan meminta kepada pihak media online untuk menaikkan hak jawab pelapor.

Sebagai ilustrasi saja, seorang masyarakat yang disebut preman pun masih dilindungi oleh Dewan Pers, kendati sudah dilaporkan ke pihak kepolisian, bahkan sempat melakukan penganiayaan dan pengancaman terhadap wartawan.

Padahal ada pasal menghalang-halangi tupoksi seorang wartawan sesuai dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Dewan Pers sebagai orang tuanya para pegiat pers/wartawan masih bijak dalam memperlakukan lawan/musuh anaknya.

Tidak perlu kuatir bagi pegiat pers/wartawan selama menjalankan tupoksinya dengan baik dan benar.
DP sebagai orangtua kita tidak akan membiarkan anaknya dizholimi, apalagi faktanya pemberitaan tersebut membantu pemerintah dan Aparat Penegah Hukum (APH) dalam mengungkap kasus yang merugikan negara seperti kasus “Mafia Tambang” yang terjadi di Negeri Serumpun Sebalai ini.

Peristiwa pengerbekan yang dilakukan Dirjen Minerba ESDM di gudang kolektor Timah bukan untuk ditutupi pemberitaannya.

Karena itu patut kita bersyukur masih ada wartawan/jurnalis yang masih “Merah Putih” berani mengungkapkan bahwa ada mafia tambang di negeri ini.
Dan persoalan mafia tambang menjadi perhatian serius bagi pemerintah.

Hal ini dipertegaskan melalui instruksi Presiden RI Bapak Joko Widodo yang minta mafia tambang ditindak tegas APH dan diungkapkan ke publik.

Nah, disinilah peran dan tugas kita sebagai pegiat pers yang harus berani mengungkapkan kebenaran dan fakta suatu peristiwa yang terjadi, bahwa di negeri Serumpun Sebalai ini masih ada “Mafia Tambang”, yang sudah menguasai segala lini kehidupan di tubuh oknum Aparat Penegah Hukum, Birokrasi Pemerintahan/ASN, Sahabat Media/Wartawan, Ormas maupun lapisan akar rumput yang sudah nyaman di nina bobok-kan oleh sang cukong Timah.

Kendati “cuan” sang cukong dapat membayar mahal para Pendekar Hukum (Advokat/Pengacara) untuk menuntut Pimred/wartawan atas pemberitaan dengan tuduhan pasal “Pencemaran Nama Baik” dan Undang-undang ITE, namun yakinlah selama anda benar dan cukup data dan bukti jangan gentar.

“Gas Pool”, kalian tidak sendirian, masih banyak sahabat wartawan/jurnalis yang Merah Putih dan berempati.

Teruslah semangat dan berani menjadi garda terdepan dalam menyampaikan informasi untuk membantu Aparat Penegah Hukum dalam membongkar jaringan Mafia Tambang di negeri Serumpun Sebalai yang kita cintai bersama ini. Salam Jurnalis. (Red/BE)