Bangka, Buletinexpres.com — Kehadiran sejumlah Kapal Isap Produksi (KIP) mitra PT Timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Timah Tbk di Kawasan Laut Matras, Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, telah membuat sebagian nelayan Matras berhenti melaut mencari ikan.
Alasannya, akibat aktivitas tambang yang dilakukan KIP mitra PT Timah tersebut, nelayan mengalami kesulitan mendapatkan tangkapan ikan.
Akibatnya, banyak nelayan yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka.
Berdasarkan alasan ini akhirnya sebanyak 45 nelayan Kelurahan Matras membentuk komunitas yang mereka sebut dengan Kelompok Nelayan Matras Bersatu (KNMB), yang diketuai oleh Junaidi dan sekretaris Cecep.
“Sejak makin maraknya aktivitas KIP di kawasan Laut Matras ini, maka sebagian nelayan kesulitan memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Makanya kita membentuk Kelompok Nelayan Matras Bersatu,” ujar Junaidi, yang dikonfrimasi tim media, Selasa (15/3/2022) malam.
Menyikapi kondisi ekonomi para nelayan yang semakin sulit sejak kehadiran KIP mitra PT Timah Tbk di kawasan Laut Matras, Junaidi bersama para anggota berinisiatif beralih profesi.
Apalagi kalau bukan menambang? Karena menjadi nelayan dianggap sudah tidak ekonomis lagi, ibarat pepatah besarlah pengeluaran daripada pendapatan.
Lokasi yang dijadikan lahan mata pencaharian baru tersebut juga tidak jauh-jauh dari aktivitas KIP mitra PT Timah Tbk.
“Karena kita kesulitan menjadi nelayan gara-gara KIP tersebut, maka kita berinisiatif ikut menambang di WIUP PT Timah Tbk tersebut,” tukas Junaidi.
Namun demikian, kata Junaidi, agar aktivitas mereka ini tidak terkesan Illegal, maka Komunitas Nelayan Matras Bersatu membuat surat permohonan izin menambang di WIUP kepada PT Timah Tbk, dan juga surat permohonan pembinaan dan pengawasan kepada Polres Bangka.
“Tujuan surat itu, kita minta izin untuk bisa juga menambang di WIUP PT Timah tersebut. Kita juga meminta pembinaan dan pengawasan kepada Polres Bangka,” ujar Junaidi.
Hanya saja, kata Junaidi, sejak surat tertanggal 3 Februari 2022 tersebut dikirim ke Polres Bangka, hingga Selasa (15/3/2022), mereka belum menerima balasan tertulis baik dari PT Timah maupun dari Polres Bangka.
“Kalo dari Polres kita hanya diberi arahan agar 46 ponton nelayan anggota kita bisa saling kerjasama dan bersatu. Tetapi kalo dari PT Timah kita belum menerima surat balasan. Kemarin itu, kita memang meminta bantu ke Pak Kapolres Bangka untuk meminta izin ke PT Timah,” ungkap Junaidi.
Sementara itu, Kapolres Bangka AKBP Indra Kurniawan SH SIK MSi, yang dikonfirmasi Tim Media ini pada Selasa (15/3/2022) malam, belum bersedia memberikan penjelasan.
Saat ditanyakan soal Surat Permohonan dari Kelompok Nelayan Matras Bersatu melalui pesan WA, Kapolres Bangka mengajak wartawan media ini ketemu di rumahnya.
“Ke rumah saja kita ngobrol,” tulis Indra.
Terkait surat permohonan ini juga sempat dikonfirmasi tim media ini kepada Lurah Matras, Selasa (15/3/2022) malam.
Saat ditanyakan apakah Lurah Matras Ersi mengetahui surat permohonan Kelompok Nelayan Matras Bersatu tersebut, Lurah Ersi mengaku kurang tahu.
“Sekali lagi saya kurang tahu secara konfrehensif. Untuk lebih jelasnya konfir saja kepada yang bersangkutan. tks,” tulis Lurah Ersi.
Terkait aktivitas tambang di Laut Matras, Junaidi mengaku hanya mengkoordinir 46 ponton, yang merupakan anggota dari Kelompok Nelayan Matras Bersatu.
Sementara puluhan ponton lainnya, kata Junaidi, adalah milik warga luar Matras dan ada juga yang mengatasnamakan masyarakat Matras.
“Memang banyak Pak yang kerja di sana. Tetapi yang punya kelompok kita hanya 46 ponton. Yang lainnya dari luar, dan ada juga yang atas nama masyarakat Matras. Kalo yang itu saya tidak begitu tahu,” tukas Junaidi.
Dalam mengawasi dan mengkoordinir 46 ponton tersebut, kata Junaidi, Ia dibantu Cecep dan Rosi Butun.
Junaidi mengaku tidak memasang tarif ataupun uang masuk kepada ponton yang akan beraktivitas di Kawasan Laut Matras.
Hanya saja, kata Junaidi, pengurus meminta cantingan secara sukarela kepada para penambang.
Dikatakan Junaidi, sebagai petugas lapangan yang memungut cantingan kepada penambang adalah Rosi Butun.
Hasil cantingan ini, diakui Junaidi, mereka bagikan untuk tempat ibadah, anak yatim piatu, TPA, serta untuk janda-janda dan sebagian masyarakat yang kurang mampu di Lingkungan Matras.
“Kita sampai sekarang memang belum menerima surat izin dari PT Timah, tetapi kita mau bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena nelayan sudah sulit mendapatkan ikan dari Laut Matras. Masa hanya KIP yang boleh?,” tandas Junaidi. (Tim)
Sumber : trasberita.com