Opsi Legal Masyarakat Dalam Manfaatkan Kawasan Hutan

BE.com

Tempilang, Buletinexpres.com – Terbatasnya lahan Area Penggunaan Lain (APL) dan tidak jelasnya tata batas kawasan hutan membuat sebagian aktivitas masyarakat masuk kedalam kawasan hutan.

Ini terlihat dengan adanya beberapa pemukiman dan kebun masyarakat yang sudah dikelola sejak dahulu secara turun menurun masuk dalam areal kawasan hutan, baik itu Hutan Produksi (HP), Huntan Lindung (HL) ataupun Hutan Konservasi (HK). Disamping itu minimnya lahan APL juga memaksa sebagian masyarakat untuk melakukan aktivitasnya di dalam kawasan hutan.

Hal inilah yang kemudian menjadi perhatian serius DPRD provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) khususnya komisi III untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum kepada masyarakat yang telah beraktivitas dalam kawasan hutan sejak lama. Salah satu cara yang dimungkinkan untuk melegalkan hal tersebut dengan mengajukan izin kepada kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sesuai dengan amanah UU Nomor 11 tahun 2020.

Melalui Roadshow Kegiatan Usaha Yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan Yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan terus gencar disuarakan oleh komisi III DPRD Babel dari kecamatan satu ke kecamatan lainnya.

Kali ini kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat yang menjadi tujuan. Bertempat di gedung pertemuan kecamatan Bangka Barat, Ketua komisi III Adet Mastur, dan anggota komisi III, H. Mulyadi, Rustamsyah serta Ringgit Kecubung kembali mensosialisasikan izin pemanfaatan kawasan hutan, Selasa (21/02).

“Dengan dikeluarkannya UU Cipta Kerja memberi peluang kepada kita untuk dapat memanfaatkan kawasan hutan ini dengan izin dari kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ungkap Adet.

Menurutnya saat ini hampir semua masyarakat Babel yang berprofesi sebagai petani sudah masuk dalam kawasan hutan. Yang mana kebanyakan kebun masyarakat adalah perkebunan sawit. Karena perkebunan sawit merupakan salah satu tanaman primadona dan juga menjadi tumpuan mata pencaharian masyarakat kep. Babel di sektor pertanian.

“Maka dari itu kami hadir disini untuk memberikan sosialisasi bagaimana cara mendapatkan izin masyarakat yang berusaha di dalam kawasan hutan,” katanya.

Cara perolehan izin inilah yang yang harus dipahami oleh semua pihak, terutama kades, bpd, tokoh agama, tokoh masyarakat yang kemudian nantinya disampaikan kepada masyarakat ditempat/lingkungan masing-masing. Sehingga masyarakat dapat menjadi paham dan mengerti, terutama mereka yang berkebun dikawasan .

“Dalam arti kata kades, ketua bpd, tokoh masyarakat dan agama adalah penyambung lidah dari kami kepada warganya dalam menyebarkan informasi ini,” tukasnya.

Dirinyapun menegaskan bahwa ini perlu disikapi dan menjadi perhatian semua pihak, karena didalam UU cipta kerja tersebut memberi limit waktu kepada kita untuk memperoleh izin-izin ini sampai dengan bulan November 2023. Dimana waktu yang tersisa masih 7 bulan lagi.

“Besar harapan kami pendataan perkebunan-perkebunan warga yang masuk dalam kawasan hutan ini dapat di selesaikan secepat mungkin pada bulan Mei untuk kemudian disampaikan kepada kementerian LHK,” harapnya.

Menurut UU cipta kerja, apabila sampai batas waktu yang diberikan yaitu bulan November masyarakat yang berkebun dikawasan hutan bulan memiliki izin pemanfaatan kawasan hutan maka akan ada sanksi yang diberikan. Tidak main-main sanksi yang diberikan pun cukup berat yaitu pidana.

Adetpun mengingatkan kembali bagi masyarakat yang berkebun atau memiliki kebun di dalam kawasan hutan dan sudah diusahakan minimal 5 tahun terhitung mundur sejak terbitnya UU ini untuk segera membentuk kelompok-kelompok dengan jumlah minimal 15 orang dengan maksimal luas lahan 5ha setiap orangnya.

“Setiap orang dapat mengajukan luas lahan maksimal 5ha dan telah berkebun diatas 5 tahun, terhitung mundur dari ditetapkannya UU ini dan harus mendapatkan surat keterangan dari kades,” tutupnya. (Red/BE)